
Apakah tangisan memiliki arti negatif bagi pria? It’s a true story. Seorang pria pernah menangis di depan saya, menyatakan penyesalannya karena tidak berani mengejar wanita yang disukainya sejak dua tahun lalu. “Seharusnya saya tahu kalau waktu tidak akan menunggu saya. I’m pathetic in love,” kisahnya sambil menangis tesedu.
Spontan saya langsung bereaksi. “So what’s the point of crying? Kamu ngga malu menangis di depan umum, tepatnya di depan saya yang seorang perempuan? Apa ngga takut dibilang cengeng?”
Si pria berhenti menangis, malah balik bertanya, “Apa cowo menangis harus malu sama dirinya sendiri? Apa ada hukum yang menyebutkan kalau cowo gak boleh nangis, meski di saat terberat sekalipun?
Saya terdiam, jujur saya tidak punya jawaban. Kalau mau berempati teman saya ini memang layak dikasihani. Kehidupan percintaannya selalu dibayangi trauma besar. Ceritanya teman saya ini sudah pacaran sekitar lima tahun, tetapi ketika mendekati persiapan pernikahan (tepatnya seminggu sebelumnya) hubungan mereka berakhir karena perbedaan pendapat antara kedua keluarga. Lebih parahnya lagi ternyata si pasangan yang dicintainya ini ketahuan berselingkuh. Sejak itu teman saya ini tidak pernah mendekati wanita lagi karena trauma pernah dikecewakan. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan perempuan yang berhasil membuatnya merasakan cinta lagi, tapi karena malu (dan tentunya trauma), ia pun ragu untuk mendekati. Alhasil, si wanita impian keburu naik pelaminan dengan pria lain.
Saya menganggap opini yang menyatakan pria itu harus tangguh itu benar. Apalagi pria cukup beruntung karena tidak memiliki siklus PMS yang menyertainya setiap bulan. Emosi dan moodnya seharusnya bisa terkontrol dengan baik. Tapi lepas dari opini pribadi, saya mencoba bersikap adil, pria dan wanita adalah manusia biasa. Sebagai individu yang punya hati dan perasaan, menangis adalah suatu hal yang wajar karena merupakan refleksi dari sisi emosional kita. Seketika itu saya mengerti. Pria menangis karena menonton peristiwa menyedihkan atau drama yang mengharu biru that’s okay. Atau pria yang menangis karena menyesal telat menyampaikan perasaan pada wanita yang dicintainya sejak lama, that’s really okay. Saya menyebut pria-pria ini memiliki hati.
Lalu seperti apakah pria cengeng? Saya punya pendapat sendiri. Pria cengeng bukan pria yang setiap saat terus menangis, tetapi lebih tepatnya pria yang selalu mengeluh setiap saat. Kejadian X membuatnya bersungut-sungut, kejadian Y membuatnya berteriak marah. Sering ngambek, selalu menanamkan rasa iri dalam hatinya terhadap kesuksesan orang lain, suka berdecak (taanda kesal) atau menghela nafas (tanda ketidakpuasan). Pria yang selalu melihat ke belakang dan tidak pernah bersyukur atas apa yang dimilikinya. Mungkin pria seperti inilah yang saya kasih label ‘pria cengeng’ karena tidak pernah berani menghadapi kenyataan di hidupnya, dan selalu berlindung dibalik ketidakpuasannya.
Untuk menyampaikan perasaan bersalah pada teman pria yang menangis di depan saya tadi, saya mengirimkan pesan singkat: “Setelah berpikir berulang kali, saya punya jawabannya: tangisan tidak berarti cengeng. You can stop for a while to cry it loud, but then forget it. Life is bigger than you think.”
No comments:
Post a Comment